Rajah merupakan bagian dari jenis sastra sunda yang mirip dengan mantra, jampe ataupun jangjawokan, yang biasanya digunakan untuk hal atau keperluan tertentu seperti permohonan izin kepada karuhun, memohon kepada sang kuasa, ucap syukur, dan yang bersifat magis. Rajah juga digunakan dalam acara membaca cerita pantun, upacara adat seperti kawinan, gusaran ataupun acara khitanan.
Baca juga: Ilmu Sunda Buhun Lengkap, Mantra Peninggalan Karuhun!
Arti Rajah Dalam Bahasa Sunda:
“Rajah nyaeta bagian tina jenis sastra sarupa jeung jampe, mantra atawa jangjawokan nu dipake pikeun kaperluan magis, saperti pengasihan, nalukkeun para lelembut, para siluman-silemin, ngaruat, jeung lain sajenisna. Rajah oge digunakeun dina acara maca pantun, upacara adat saperti upacara kawinan, gusaran atawa sunatan pikeun urang Sunda.”
Penggunaan Rajah Bubuka dan Panutup
Rajah bubuka atau pamuka yang di ucapkan sebagai pembuka dari sebuah acara atau pertunjukan dalam berbagai upacara adat sunda itu biasanya berisi do’a dan pemanggilan roh leluhur atau karuhun, seperti misalnya Prabu Siliwangi dan lain sebagainya.
Baca juga: Asihan Sunda Buhun, Kumpulan Jangjawokan Asihan Pemikat!
Sedangkan yang dimaksud dengan Rajah panutup atau pamunah ini adalah rajah yang ucapkan atau dimainkan setelah pementasan atau upacara adat selesai dilaksanakan yang isinya berupa ungkapan rasa syukur kepada tuhan yang maha esa.
Penggunaan Rajah Dalam Cerita Pantun
Penggunaan rajah dalam cerita pantun itu dibagi menjadi 2 jenis, ada rajah bubuka dan rajah panutup. Pembacaan rajah ini biasanya dilakukan sebelum pemantun membawakan suatu cerita, juru pantun biasanya akan membacakan rajah pembuka yang diiringi dengan kecapi dan suling.
Isi rajah biasanya merupakan permintaan maaf, atau izin kepada karuhun sunda sebelum para para pelaku membawakan suatu cerita dan memohon keselamatan kepada tuhan yang maha esa. Hal ini dilakukan, sebab setidaknya juru pantun akan membawakan suatu cerita yang membahas tentang kejadian di masa lalu.
Contoh-Contoh Rajah
A. Rajah Siliwangi
Berbica tentang rajah, ada hal yang identik dengan sesuatu yang berbau magis, seperti misalnya dengan rajah siliwangi yang biasa dibawakan dalam pertunjukan dalam upacara adat sunda, cerita pantun, maupun dalam cerita wayang golek ini, ternyata ada anggapan yang menarik tentang tentang rajah yang satu ini.
Konon katanya, apabila kita membawakan rajah ini secara sembarangan dan di tengah malam, maka akan didatangi dengan macan atau harimau putih yang merupakan penjelmaan dari Prabu Siliwangi. Berikut dibawah ini adalah contoh dari lirik rajah siliwangi.
Isi rajah siliwangi
Amit ampun nun paralun ka Gusti nu Maha Suci
Neda pangjiad pangraksa para abdi-abdi seni
Seja ngaguwar raratan tetes waris nini aki
Ngembatkeun jalan raratan katampian geusan mandi
ka leuwi sipatahunan leuwi nu ngaruncang diri
Diri anu sakiwari rek muru lulurung tujuh
Ngaliwat ka Pajajaran bongan hayang pulang anting
Padungdengan-padungdengan jeung usikna pangancikan
Pun sapun
Sampurasun karumuhun ka hyang Prabu Siliwangi
Nu murba di Pajajaran pangumpen seuwi siwi
Nu Gelar di Tatar Sunda muga nebarkeun wawangi
B. Rajah Bubuka Pantun
Contoh isi rajah bubuka ini akan mengambil pada teks cerita pantun yang berjudul Sanghyang Jagatrasa, karena didalamnya terlihat adanya keyakinan masyarakat sunda di masa lalu terhadap kosmologi Sunda lama. Hal ini dapat ditemukan di antaranya dari rajah bubuka atau rajah pembuka yang terdapat pada awal cerita pantun satu ini, kutipan rajahnya adalah sebagai berikut.
Rajah Bubuka Pantun
Astagfirullohaladzim
Asrtagfirullohaladzim
AstagfirullohaladzimBul kukus mendung
nyambuang ka awang-awang
ka manggung neda papayung
ka dewata neda maaf
ka pohaci neda suciKuring dek diajar ngidung
nya ngidung carita pantun ngahudang
carita anu baheula nyilokakeun
nyukcruk laku nu rahayu
mapay lampah nu baheulaPun sapun
ka luhur ka Sang umuhun
ka handap ka Sang Nugraha
kawula amit rek ngukus
ka nu alus Imbut putih
ka Pangeran Suryaparat
ka Pangeran Karangsipat”Ka Pangeran Karangsipat
Nugraha Ratu nu geuleuh
bul kukus ngawitanana
canana camaya putih
teges kawula cunduk ka Nu Agung
dongkap ka Nu Kawasa mangga saur
Artinya:
Astagfirullohaladzim
Astagfirullohaladzim
AstagfirullohaladzimMengawan dupa ke manggung
semerbak ke angkasa raya
ke manggung minta pelindung
kepada dewata minta maaf
kepada pohaci minta suciAku kan belajar ngidung
berkidung cerita pantun membangun
cerita dahulu menamsilkan
menyusur perilaku dulu
menyusuri perbuatan lamaPun ampun
ke atas kepada Sang Rumuhun
ke bawah kepada Sang Nugraha
aku permisi akan membakar dupa
kepada yang baik lembut putih
kepada Pangeran Suryaparat
kepada Pangeran KarangsipatKepada Pangeran Karangsipat
Nugraha Ratu yang jijik
mengawan dupa mulanya
cendana cemara putih
jelas aku menyembah Yang Kuasa
tiba kepada Tuhan panggillah
Adapun konsep kosmologi sebagai ilmu yang menyelidiki dan mempelajari budaya Sunda yang terdapat dalam rajah bubuka dalam penyebutan nama-nama dalam cerita pantun lainnya seperti misalnya penyebutan nama pangeran karangsipat, dewata, sanghyang, pohaci itu dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Dari pengertian diatas kini kita sudah tahu apa itu sebenarnya fungsi rajah itu serta dalam penggunaannya. Meskipun dalam kehidupan sehari-hari kita tidak menggunakan rajah ini, namun ternyata masih ada sebagian masyarakat yang masih menggunakannya, misalnya saja masyarakat yang menganut aliran Sunda Wiwitan.
Baca juga: Doa Sunda Wiwitan dan Kumpulan Sahadat Sunda Buhun
Demikian, semoga artikel ini bermanfaat baik itu untuk menambah pengetahuan maupun menambah wawasan kita semuan mengenai hal yang berhubungan tentang rajah ini. Sebagai masyarakat sunda, tentunya kita harus terus dapat melestarikan kesenian sunda yang satu ini.