Suku Baduy adalah sebutan yang paling terkenal oleh orang lain terhadap masyarakat yang ada di desa Kanekes, Banten. Sebutan populer suku Baduy ini sebenarnya muncul sesudah agama Islam masuk ke daerah Banten Utara, tepatnya di abad ke-16 sekitar tahun 1522 sampai dengan 1526.
Orang Baduy sangat Setia dengan agama yang diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyangnya, hal ini terlihat sebelum agama Hindu dan Agama Islam masuk dan berkembang di Jawa Barat. Letak Desa suku Baduy sendiri tidak mudah dilalui oleh kebanyakan orang, seolah ini yang menjadi anggapan sebagian orang, bahwa suku baduy itu bukan orang sunda.
Pada tahun 1822, C.L. Blume yang merupakan salah seorang ilmiah botaniwan asal belanda, pernah menuliskan bahwa suku Baduy sebenarnya berasal dari kerajaan Sunda kuno yaitu kerajaan padjajaran, yang bersembunyi saat kerajaan tersebut runtuh di awal abad ke-17.
Namun, banyak para ahli yang masih memperberdebatkan mengenai asal-usul tentang sebutan suku Baduy ini, seperti sumber lain yang mengatakan bahwa suku Baduy adalah masyarakat setempat yang menjadikan Mandala atau kawasan suci yang dibuat secara resmi oleh para raja, sebab setiap masyarakat berkewajiban memelihara kabuyutan, yakni tempat pemujaan nenek moyang, bukan Hindu ataupun Budha.
Kabuyutan yang ada di desa Kanekes, Banten sendiri, dikenal dengan sebutan kabuyutan Jati Sunda atau lebih dikenal dengan sebutan Sunda Wiwitan. Di sini dapat kita lihat bahwa suku Baduy dengan jelas menyebut agamanya adalah Sunda Wiwitan.
Apa Agama Suku Baduy?
Tuhan yang dipercayai masyarakat Sunda Wiwitan adalah Allah, seperti yang terucap pada kalimat syahadat suku Baduy, meskipun mereka menyebutnya dengan Batara Tunggal namun ini sebenarnya memiliki arti Tuhan Yang Maha Esa, Batara Jagat adalah penguasa alam, serta Batara Seda Niskala yakni Yang Gaib.
Suku baduy beriman dengan yang gaib, artinya kepada yang tak terlihat oleh mata akan tetapi dapat dirasakan dengan hati. Nabi-nabi yang di imaninya secara tegas mereka mengatakan yaitu nabi Muhammad dan Nabi Adam. Mereka beriman kepada hidup dan mati, sakit, serta nasib hanyalah sebuah titipan.
Umat Sunda Wiwitan juga menjalankan sebuah ibadah sunnah rasul, sunat atau khitanan, dan mereka juga melaksanakan ibadah puasa yang disebut kawalu dan lebaran.
Syahadat suku Baduy Dalam dan Luar
Pengucapan nama Allah sendiri tercatat pada dua macam kalimat syahadat suku Baduy, yang pertama yaitu syahadat suku Baduy dalam, dan yang kedua syahadat suku Baduy Luar. Berikut dibawah ini adalah kalimat syahadat yang terdapat pada suku baduy dalam.
Naskah Syahadat Baduy Dalam
Naskah Asli:
Asyhadu syahadat Sunda
jaman Allah ngan sorangan
kaduanana Gusti Rosul
ka tilu Nabi Muhammad
ka opat umat Muhammad
nu cicing di bumi angaricing
nu calik di alam keueung
ngacacang di alam mokaha
salamet umat Muhammad
Naskah Terjemahan:
Asyhadu syahadat Sunda
Allah hanya satu
kedua para Rasul
ketiga Nabi Muhammad
keempat umat Muhammad
yang tinggal di dunia ramai
yang duduk di alam takut
menjelajah di alam nafsu
selamat umat Muhammad
Naskah Syahadat Baduy Luar
Yang kedua, dibawah ini adalah kalimat syahadat untuk Baduy Luar, berikut adalah naskahnya.
Naskah Asli:
Asyhadu Alla ilaha illalah
wa asyhadu anna Muhammad da Rasulullah
isun netepkeun ku ati
yen taya deui Allah di dunya ieu
iwal ti Pangeran Gusti Allah
jeung taya deui iwal ti Nabi
Muhammad utusan Allah.
Naskah Terjemahan
Asyhadu Alla ilaha illalah
wa asyhadu anna Muhammad da Rasulullah
aku menetapkan dalam hati
bahwa tiada lagi Tuhan di dunia ini
selain Pangeran Gusti Allah
dan tiada lagi selain Nabi Muhammad
utusan Allah.
Sehingga, syahadat baduy dalam adalah syahadat Sunda Wiwitan, yang disampaikan kepada pimpinan yang tertinggi, mereka biasanya menyebutnya dengan sebutan Puun, sebagaimana pada masa Islam dan Islam sampaikan kepada Nabi Muhammad.
Sedangkan pada syahadat baduy luar adalah syahadat Islam yang diucapkan saat melangsungkan pernikahan yang dilakukan secara Islami. Oleh karena itu masyarakat suku baduy meyakini bahwa agamanya adalah Sunda Wiwitan, bukan Hindu ataupun Islam.
Apa kitab Sunda wiwitan?
Sunda Wiwitan tidak mempunyai kitab suci, ajaran-ajaran mereka mengajarkan untuk bertapa. Dalam pemahaman ajaran Sunda Wiwitan langsung dipraktikkan dalam interaksi dengan lingkungan masyarakat dan alam sekitar. Keimanannya kepada Tuhan hanya terlihat saat pengucapan kalimat syahadat, akan tetapi mereka melakukan kegiatan ritual keagamaan yang berpedoman pada pikukuh, yakni berupa ketaatan terhadap sesepuh (buyut), aturan adat dan pantangan.
Sehingga keimanannya sangat kuat dalam menjaga hutan, gunung, sungai, dan lingkungan di sekitar secara harmonis, seperti kegiatan mereka lakukan ritual ibadah di tanah suci Baduy maupun di Sasaka Domas.