Adat, Tradisi dan Budaya

Ringkasan Perang Baratayuda Cerita Pandawa Lima dengan Kurawa

×

Ringkasan Perang Baratayuda Cerita Pandawa Lima dengan Kurawa

Sebarkan artikel ini
Ringkasan Perang Baratayuda Cerita Pandawa Lima dengan Kurawa

Ringkasan cerita pandawa lima dengan Kurawa Dalam Perang Baratayuda

Dalam kisah cerita pandawa lima, diceritakan bahwa Pandu dewanata yang merupakan ayah para Pandawa, memiliki seorang kakak bernama Destarastra. Meskipun Destarastra adalah kakak Pandu, ia tidak layak menjadi raja di Astina karena ia buta. Akan tetapi, untuk sementara waktu Destarastra menduduki takhta kerajaan Astina menggantikan Pandu yang saat itu masih kecil.

Destarastra menikah dengan Dewi Gandari dan memiliki 100 anak yang kemudian dikenal dengan nama Kurawa. Setelah Pandu dewasa, barulah ia memimpin kerajaan Astina. Sayangnya, Pandu tidak berumur panjang. Sepeninggal Pandu, Destarastra kembali bertakhta di Astina. Para Pandawa dan ibunya, Dewi Kunti tetap tinggal di Astina. Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa dibesarkan bersama-sama dengan putra-putra Destarastra.

Advertise By Adsense
Advertise By Adsense

Destarastra sangat menyayangi putra sulungnya, yaitu Duryodhana. Apapun yang diinginkan oleh putranya itu, Destarastra selalu mengabulkannya meskipun keinginan tersebut bertentangan dengan dharma. Pada suatu hari, Duryodhana yang didukung oleh Sakuni mengundang Yudhistira untuk bermain dadu. Yudhistira yang tidak pandai bermain dadu tetap menerima undangan tersebut.

Ia kalah hingga semua taruhannya habis, yaitu saudara-saudaranya, Dewi Drupadi, bahkan dirinya sendiri. Oleh karena kekalahannya itu, Yudhistira bersama keempat saudaranya dan juga Dewi Drupadi harus menjalani masa pengasingan di hutan selama dua belas tahun dan masa penyamaran selama satu tahun. Setelah masa pengasingan di hutan berakhir, mereka hidup di negeri Matsya dalam penyamaran.

Yudhistira menyamar sebagai pelayan pribadi Raja Wirata. Bima menyamar sebagai juru masak istana, sedangkan Arjuna sebagai pelayan perempuan sekaligus guru tari, Nakula sebagai tukang kuda, Sadewa sebagai gembala sapi, dan Drupadi sebagai pelayan permaisuri raja. Menjelang hari terakhir masa penyamaran para Pandawa, Matsya diserang oleh Duryodhana yang sejak masih kecil sangat membenci para Pandawa.

Bersama Susarma raja negeri Trigata, Drona, Mahaguru Kripa, Karna, Aswattama, dan seluruh Kurawa, Duryodhana mengepung Matsya. Mengetahui hal tersebut, para Pandawa yang masih dalam penyamaran tidak tinggal diam. Bersama-sama mereka membantu pasukan negeri Matsya untuk bertempur mengalahkan Kurawa. Pelayan pribadi Raja Wirata, juru masak istana, tukang kuda, dan gembala sapi yang tidak lain adalah Yudhistira, Bima, Nakula, dan Sadewa masuk ke barisan tentara negeri Matsya melawan Susarma yang menyerang dari arah selatan.

Baca juga: Daftar Nama Tokoh Wayang Terkenal Dalam Cerita Pewayangan

Sementara itu, pelayan perempuan sekaligus guru tari yang tidak lain adalah Arjuna bersama putra mahkota negeri Matsya Pangeran Uttara melawan serangan di utara. Berkat bantuan para Pandawa yang menyamar, negeri Matsya kembali tenang. Pada perayaan kemenangan atas pertempuran melawan pasukan Kurawa, para Pandawa akhirnya membuka penyamaran mereka. Raja Wirata tidak menyangka bahwa orang-orang yang telah mengabdi di negerinya ternyata adalah para Pandawa.

Sebagai ungkapan rasa terima kasihnya, Raja Wirata menyerahkan negeri Matsya kepada para Pandawa. Para Pandawa menerima penyerahan negeri Matsya secara simbolik kemudian menyerahkan kembali negeri Matsya kepada Raja Wirata pada saat itu juga. Raja Wirata juga menyerahkan putrinya, yaitu Dewi Uttari kepada Arjuna untuk dijadikan istri. Akan tetapi, ia menolak karena ia menganggap Dewi Uttari sebagai anaknya. Arjuna kemudian mengusulkan agar Dewi Uttari dinikahkan dengan Abimanyu, putranya.

Pandawa tidak lagi tinggal di Matsya setelah masa penyamaran berakhir. Mereka tinggal di Upaplawya yang terletak di wilayah Matsya. Pada saat itulah pernikahan Abimanyu dengan Dewi Uttari dilaksanakan di balairung istana Raja Wirata. Pada upacara tersebut hadir kerabat para Pandawa, yaitu Krishna dan Balarama yang diiringi oleh para kesatria bangsa Yadawa. Selain itu, Raja Kasi, Raja Saibya, Raja Drupada, Srikandi, putra-putra Drupadi, dan Dristadyumna juga hadir.




Disamping upacara pernikahan Abimanyu dengan Dewi Uttari, pertemuan pada hari itu juga menjadi pertemuan para Penasihat Agung untuk merundingkan penyelesaian yang dapat mengakhiri permusuhan antara Pandawa dan Kurawa. Sidang yang diadakan setelah upacara pernikahan dipimpin oleh Krishna. Keputusan yang dihasilkan adalah mereka akan mengirim utusan ke Astina untuk menyampaikan perdamaian.

Sementara Raja Drupada yang mendukung para Pandawa mengirim Brahmana sebagai utusan ke Astina, ia juga bersiap-siap untuk berperang karena yakin bahwa Duryodhana tidak akan pernah bersedia untuk berdamai dengan Pandawa. Seperti yang diperkirakan, Kurawa memilih untuk berperang, bahkan mereka telah mempersiapkan diri sejak mengetahui keputusan sidang para Penasihat Agung.

Dari pihak Pandawa, mereka mengutus Arjuna untuk menghadap Krishna. Mengetahui hal tersebut, Duryodhana segera pergi menemui Krishna untuk meminta dukungan. Duryodhana sangat bangga karena Krishna memberikan seluruh pasukannya untuk mendukungnya. Sementara itu, Arjuna juga sangat bahagia karena Krishna bersedia mendampingi Arjuna sebagai sais keretanya ketika perang tiba. Meskipun demikian, pihak Pandawa masih terus mengusulkan perdamaian dengan pihak Kurawa.

Hingga Krishna sendiri datang ke Astina untuk menawarkan perdamaian dengan cara memberikan separuh kerajaan Astina kepada para Pandawa yang memang menjadi hak mereka. Oleh karena hatinya telah dikuasai rasa benci yang dalam dan haus kekuasaan, Duryodhana tetap menolak permintaan Krishna. Tidak hanya itu, Duryodhana bahkan bermaksud untuk membunuh Krishna. Krishna yang mengetahui niat Duryodhana sangat marah dan seketika itu juga ia berubah menjadi raksasa yang merupakan wujud aslinya.

Setelah amarahnya reda, ia kembali ke wujudnya semula lalu berpamitan untuk kembali ke Upaplawya tempat para Pandawa. Setibanya di Upaplawya, Krishna menyampaikan kepada Yudhistira bahwa perang tidak dapat di hindarkan lagi. Yudhistira segera berunding dengan saudara-saudaranya untuk memilih senapati perang.

Baca juga: Urutan Nama Nama Pandawa Lima Beserta Sifat dan Wataknya

Setelah senapati terpilih, kemudian memilih maha senapati. Berdasarkan pendapat-pendapat yang disampaikan, akhirnya mereka memilih dan melantik Dristadyumna putra Raja Drupada sebagai mahasenapati. Sementara dari pihak Kurawa, mereka memilih Bhisma sebagai mahasenapti.

Perang Antara pandawa lima dengan Kurawa Pun Dimulai

Ringkasan Perang Baratayuda Cerita Pandawa Lima dengan Kurawa

Hari untuk berperangpun sudah tiba. Para Pandawa dan Kurawa lengkap dengan pasukan masing-masing telah berada di Kuruksetra. Sebelum perang dimulai, Yudhistira tiba-tiba meletakkan senjata dan tudung kebesarannya lalu berjalan kearah musuh. Ia bermaksud meminta restu kepada gurunya, yaitu Bhisma, Drona, dan Kripa. Mereka semua memberikan restunya kepada Yudhistira.

Setelah itu, ia kembali ke pasukannya dan perang dimulai. Setiap hari ribuan pasukan tewas di medan perang. Para kesatria dan raja juga gugur dalam peperangan. Tepat di hari kesepuluh, Bhisma gugur dalam perang keluarga Bharata yang disebut dengan perang Bharatayudha karena panah Arjuna. Setelah itu Abimanyu putra Arjuna gugur di hari ketiga belas karena dikeroyok oleh Kurawa.

Kemudian berturut-turut Drona yang lehernya dipenggal oleh Bima, Karna yang terkena panah Arjuna di bagian punggungnya, Salya yang akhirnya terkena tombak Yudhistira, Sakuni yang lehernya tertembus panah Sadewa, Duryodhana yang pahanya dihantam oleh Bima dengan gadanya, Dristadyumna yang dicekik lehernya lalu kepalanya dihantam dengan benda keras oleh Aswattama, dan semua pasukan dari masing-masing pihak gugur hingga perang berakhir.

Di pihak Kurawa hanya Aswattama putra Drona, Kripa, dan Kritawarma yang selamat. Sementara Pandawa masih utuh. Setelah perang Bharatayudha berakhir, Yudhistira dinobatkan sebagai raja Astina. Destarastra dan permaisurinya, Dewi Gandari, menjalani sisa hidupnya dengan mengasingkan diri ke hutan bersama Dewi Kunti.

Kemenangan para Pandawa atas Kurawa dalam perang Bharatayudha memang telah diramalkan, bahkan dapat dikatakan telah menjadi takdir yang tidak dapat diubah oleh siapa pun dan dengan cara apa pun. Meskipun demikian, berdasarkan uraian di atas tampak bahwa kemenangan para Pandawa diperoleh bukan semata mata karena takdir, melainkan berkat kekuatan dan kerja keras mereka serta dukungan dari orang-orang yang hebat.

Tanpa ragu sedikitpun Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa melawan satu demi satu musuhnya, termasuk guru yang sangat mereka hormati. Kesabaran dan ketabahan yang dimiliki Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa dalam menghadapi penderitaan yang disebabkan oleh saudaranya Kurawa menunjukkan bahwa Pandawa merupakan simbol keutamaan. Berbanding terbalik dengan Kurawa yang sejak mereka masih kecil telah menyimpan rasa benci, iri, dan dendam kepada para Pandawa merupakan cerminan dari ke angkara murkaan.

Para Pandawa memiliki beberapa guru, yaitu Kripa, Drona, dan Baladewa. Mereka juga merupakan guru para Kurawa. Sejak kecil para Pandawa dan para Kurawa dididik bersama oleh guru-guru tersebut. Mereka belajar memanah dan menggunakan senjata kepada Kripa. Drona yang merupakan seorang resi mahasakti dan ahli dalam berperang mengajari mereka tata cara berperang. Kepada Baladewa, Bima mempelajari cara menggunakan gada karena Baladewa memiliki senjata berupa gada.

Para Pandawa yang merupakan keturunan para Dewa memiliki tugas untuk menjaga dan melestarikan kelangsungan kehidupan di dunia. Untuk melaksanakan tugas tersebut, masing-masing memiliki senjata atau pusaka yang mereka dapatkan dengan bertapa. Yudhistira memiliki senjata utama berupa tombak dan pusaka berupa jamus kalimasada. Bima memiliki senjata utama berupa dua buah gada, yaitu gada Rujakpolo dan gada Lukitasari serta panah Bargawastra yang ukurannya sangat besar.

Arjuna memiliki senjata utama berupa panah Pasopati. Selain itu, Arjuna juga memiliki terompet atau sangkakala bernama Dewadatta. Terompet tersebut juga dimiliki oleh Krishna. Arjuna dan Krishna sesungguhnya adalah penjelmaan Dewa Wisnu. Dewa Wisnu yang berinkarnasi sebagai Krishna turun ke bumi untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran bersama-sama dengan Pandawa.

Dalam bukunya yang berjudul Kalangwan, Zoetmulder (1985:467) memaparkan bahwa kelima ksatria Pandawa yang merupakan keturunan Dewa diutus untuk membunuh Kurawa jika waktunya telah tiba.